Iman adalah salah satu aspek paling berharga dalam kehidupan seorang Muslim. Namun, dalam perjalanan kehidupan, ada berbagai faktor dan perilaku yang dapat merusak iman seseorang. Dalam Islam, Allah dan Rasul-Nya telah memberikan petunjuk tentang hal-hal yang perlu dihindari agar iman tetap kokoh. Inilah 10 hal yang harus kita waspadai agar terhindar dari rusaknya keimanan kita.
إِنَّ ٱللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَن يُشْرَكَ بِهِۦ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَٰلِكَ لِمَن يَشَآءُ ۚ وَمَن يُشْرِكْ بِٱللَّهِ فَقَدِ ٱفْتَرَىٰٓ إِثْمًا عَظِيمًا
Artinya: “Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.”
Dalil yang disebutkan dalam ayat Al-Qur’an di atas, yaitu Surah An-Nisa (4:48), menyoroti ketegasan Allah terhadap dosa syirik. Syirik adalah perbuatan menyekutukan Allah dengan sesuatu atau seseorang dalam ibadah atau pengabdian. Ayat ini menegaskan bahwa Allah SWT tidak akan mengampuni dosa syirik, namun Dia akan mengampuni dosa selain dari syirik bagi siapa yang dikehendaki-Nya.
Pentingnya tauhid, atau keyakinan atas keesaan Allah, menjadi dasar dalam Islam. Tauhid mencakup keyakinan bahwa hanya Allah yang layak diibadahi dan segala bentuk penyekutuan dalam hal ini adalah dosa besar. Oleh karena itu, solusi yang dijelaskan dalam ayat adalah untuk teguh dalam memegang tauhid, yaitu keyakinan atas keesaan dan ke-Esaan Allah.
Teguhnya tauhid mencakup beberapa aspek, antara lain:
Solusi untuk menjaga keteguhan tauhid adalah dengan terus memperdalam pemahaman tentang konsep keesaan Allah, memperbanyak ibadah dengan ikhlas, dan menjauhi segala bentuk syirik dan bid’ah. Dengan begitu, seorang Muslim dapat memperkuat imannya dan menjaga kebersihan hati dari dosa syirik yang dapat menghambat ampunan Allah.
مَنْ أَحْدَثَ فِى أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ
Artinya: “Barangsiapa membuat suatu perkara baru dalam urusan kami ini (urusan agama) yang tidak ada asalnya, maka perkara tersebut tertolak” (HR. Bukhari no. 2697 dan Muslim no. 1718).
Hadis yang disebutkan, “Barangsiapa yang mengada-adakan dalam urusan kami ini (agama) apa yang bukan darinya, maka ditolak,” merupakan peringatan dari Rasulullah SAW terhadap bid’ah dalam agama. Bid’ah adalah inovasi atau perubahan yang diada-adakan dalam ajaran Islam setelah masa Rasulullah SAW.
Penolakan terhadap bid’ah dalam hadis ini menegaskan pentingnya mempertahankan kemurnian ajaran Islam dan mengikuti petunjuk yang telah ditetapkan oleh Rasulullah SAW. Solusi yang dijelaskan dalam hadis adalah untuk pegang teguh pada ajaran Rasulullah SAW dan hindari segala bentuk bid’ah dalam beribadah.
Beberapa poin penting terkait bid’ah dalam Islam:
Pentingnya menjauhi bid’ah adalah untuk memastikan bahwa ibadah dan amalan kita sesuai dengan ajaran Islam yang murni dan tidak tercemar dengan inovasi yang dapat merusak keesaan dan integritas agama. Dengan mengikuti petunjuk yang telah ditetapkan oleh Rasulullah SAW, seorang Muslim dapat memastikan bahwa amalannya diterima oleh Allah SWT.
وَلَا تَقْرَبُوا۟ ٱلزِّنَىٰٓ ۖ إِنَّهُۥ كَانَ فَٰحِشَةً وَسَآءَ سَبِيلًا
Artinya: “Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.”
Dalil Al-Qur’an yang disebutkan, “Dan janganlah kamu mendekati zina. Sesungguhnya itu adalah suatu perbuatan keji dan suatu jalan yang buruk” (Q.S. Al-Isra: 32), merupakan larangan langsung dari Allah SWT terhadap perbuatan zina. Ayat ini menekankan betapa keji dan buruknya perbuatan tersebut, dan Allah SWT dengan tegas melarang umat-Nya untuk mendekati atau melakukan perbuatan zina.
Beberapa poin penting terkait maksiat dan perbuatan dosa dalam Islam:
Dengan memahami larangan dan konsekuensi dari perbuatan maksiat dan dosa, seorang Muslim diharapkan dapat menjauhi perilaku tersebut, bertaubat dengan sungguh-sungguh, dan terus meningkatkan taqwa dalam kehidupannya.
وَمَن يُطِعِ ٱللَّهَ وَٱلرَّسُولَ فَأُو۟لَٰٓئِكَ مَعَ ٱلَّذِينَ أَنْعَمَ ٱللَّهُ عَلَيْهِم مِّنَ ٱلنَّبِيِّۦنَ وَٱلصِّدِّيقِينَ وَٱلشُّهَدَآءِ وَٱلصَّٰلِحِينَ ۚ وَحَسُنَ أُو۟لَٰٓئِكَ رَفِيقًا
Artinya: “Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya.”
Dalil Al-Qur’an yang disebutkan, “Barangsiapa yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya, mereka akan bersama-sama dengan orang-orang yang diberi ni’mat oleh Allah, yaitu para nabi, orang-orang shiddiqin, orang-orang matiin, dan orang-orang yang diberi petunjuk” (Q.S. An-Nisa: 69), memberikan pandangan yang jelas mengenai keutamaan ketaatan kepada Allah.
Beberapa poin penting terkait menjauhi ketaatan kepada Allah dalam Islam:
Melalui pemahaman dan pelaksanaan ajaran Islam, seorang Muslim diharapkan dapat menjauhi segala bentuk ketidaktaatan dan menjadikan ketaatan sebagai fondasi hidup yang membawa keberkahan dan kebahagiaan di dunia dan akhirat.
حَٰفِظُوا۟ عَلَى ٱلصَّلَوَٰتِ وَٱلصَّلَوٰةِ ٱلْوُسْطَىٰ وَقُومُوا۟ لِلَّهِ قَٰنِتِينَ
Artinya: “Peliharalah semua shalat(mu), dan (peliharalah) shalat wusthaa. Berdirilah untuk Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu’.”
Dalil Al-Qur’an yang menyatakan, “Dan hendaklah mereka memelihara shalat” (Q.S. Al-Baqarah: 238), memberikan tuntunan yang sangat jelas mengenai pentingnya menjaga shalat dalam kehidupan seorang Muslim.
Beberapa poin penting terkait lalai dalam menjaga shalat dan solusinya:
Dengan memahami urgensi dan keutamaan shalat serta melibatkan diri secara penuh dalam pelaksanaannya, seorang Muslim dapat menjaga diri dari lalai dan meraih manfaat rohaniah yang besar dari ibadah shalat.
Dilanjut ke bagian 2…