Waspada! 10 Hal yang Dapat Merusak Iman dan Solusinya Menurut Ajaran Islam (bagian 1)

Oleh : Ust. Achmad Fahrisi, S.Pd.

11 Desember 2023

Iman adalah salah satu aspek paling berharga dalam kehidupan seorang Muslim. Namun, dalam perjalanan kehidupan, ada berbagai faktor dan perilaku yang dapat merusak iman seseorang. Dalam Islam, Allah dan Rasul-Nya telah memberikan petunjuk tentang hal-hal yang perlu dihindari agar iman tetap kokoh. Inilah 10 hal yang harus kita waspadai agar terhindar dari rusaknya keimanan kita.

  1. SYIRIK (berkaitan dengan Tauhid)

إِنَّ ٱللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَن يُشْرَكَ بِهِۦ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَٰلِكَ لِمَن يَشَآءُ ۚ وَمَن يُشْرِكْ بِٱللَّهِ فَقَدِ ٱفْتَرَىٰٓ إِثْمًا عَظِيمًا

Artinya: “Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.”

Dalil yang disebutkan dalam ayat Al-Qur’an di atas, yaitu Surah An-Nisa (4:48), menyoroti ketegasan Allah terhadap dosa syirik. Syirik adalah perbuatan menyekutukan Allah dengan sesuatu atau seseorang dalam ibadah atau pengabdian. Ayat ini menegaskan bahwa Allah SWT tidak akan mengampuni dosa syirik, namun Dia akan mengampuni dosa selain dari syirik bagi siapa yang dikehendaki-Nya.

Pentingnya tauhid, atau keyakinan atas keesaan Allah, menjadi dasar dalam Islam. Tauhid mencakup keyakinan bahwa hanya Allah yang layak diibadahi dan segala bentuk penyekutuan dalam hal ini adalah dosa besar. Oleh karena itu, solusi yang dijelaskan dalam ayat adalah untuk teguh dalam memegang tauhid, yaitu keyakinan atas keesaan dan ke-Esaan Allah.

Teguhnya tauhid mencakup beberapa aspek, antara lain:

  1. Keyakinan Penuh pada Keberadaan Allah: Memahami bahwa Allah adalah satu-satunya Tuhan yang layak disembah dan bahwa tidak ada ilah (Tuhan) selain Dia.
  2. Iklas dalam Beribadah: Melakukan ibadah semata-mata untuk Allah tanpa adanya niatan untuk memperoleh keuntungan atau mendapat pujian dari selain-Nya.
  3. Menjauhi Bid’ah dan Praktik Syirik: Menjauhi segala bentuk inovasi atau penyimpangan dari ajaran Islam yang dapat menyelisihi tauhid.
  4. Berlindung dari Kesyirikan yang Tersembunyi: Menjauhi bentuk-bentuk kesyirikan yang terkadang tidak langsung terlihat, seperti riya’ (sumpah palsu) dan syirik dalam niat.

Solusi untuk menjaga keteguhan tauhid adalah dengan terus memperdalam pemahaman tentang konsep keesaan Allah, memperbanyak ibadah dengan ikhlas, dan menjauhi segala bentuk syirik dan bid’ah. Dengan begitu, seorang Muslim dapat memperkuat imannya dan menjaga kebersihan hati dari dosa syirik yang dapat menghambat ampunan Allah.

  1. Bid’ah (Inovasi dalam Agama)

مَنْ أَحْدَثَ فِى أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ

Artinya: “Barangsiapa membuat suatu perkara baru dalam urusan kami ini (urusan agama) yang tidak ada asalnya, maka perkara tersebut tertolak” (HR. Bukhari no. 2697 dan Muslim no. 1718).

Hadis yang disebutkan, “Barangsiapa yang mengada-adakan dalam urusan kami ini (agama) apa yang bukan darinya, maka ditolak,” merupakan peringatan dari Rasulullah SAW terhadap bid’ah dalam agama. Bid’ah adalah inovasi atau perubahan yang diada-adakan dalam ajaran Islam setelah masa Rasulullah SAW.

Penolakan terhadap bid’ah dalam hadis ini menegaskan pentingnya mempertahankan kemurnian ajaran Islam dan mengikuti petunjuk yang telah ditetapkan oleh Rasulullah SAW. Solusi yang dijelaskan dalam hadis adalah untuk pegang teguh pada ajaran Rasulullah SAW dan hindari segala bentuk bid’ah dalam beribadah.

Beberapa poin penting terkait bid’ah dalam Islam:

  1. Pentingnya Teguh pada Sunnah: Memahami dan mengikuti ajaran Rasulullah SAW (Sunnah) sebagai pedoman utama dalam beribadah dan kehidupan sehari-hari.
  2. Bahaya Bid’ah: Menyadari bahwa bid’ah dapat merusak keesaan ajaran Islam dan menimbulkan kerancuan dalam pemahaman agama.
  3. Menjauhi Praktik Inovatif: Hindari melakukan ibadah atau amalan keagamaan yang tidak memiliki dasar dalam ajaran Islam dan tidak diajarkan oleh Rasulullah SAW.
  4. Penolakan Terhadap Perubahan Ajaran: Menolak segala bentuk perubahan atau tambahan dalam agama setelah wafatnya Rasulullah SAW.
  5. Kewaspadaan terhadap Bid’ah Baru: Selalu waspada terhadap kemunculan bid’ah baru dan bersikap kritis terhadap inovasi yang tidak memiliki dasar dalam ajaran Islam.

Pentingnya menjauhi bid’ah adalah untuk memastikan bahwa ibadah dan amalan kita sesuai dengan ajaran Islam yang murni dan tidak tercemar dengan inovasi yang dapat merusak keesaan dan integritas agama. Dengan mengikuti petunjuk yang telah ditetapkan oleh Rasulullah SAW, seorang Muslim dapat memastikan bahwa amalannya diterima oleh Allah SWT.

  1. Maksiat dan Perbuatan Dosa

وَلَا تَقْرَبُوا۟ ٱلزِّنَىٰٓ ۖ إِنَّهُۥ كَانَ فَٰحِشَةً وَسَآءَ سَبِيلًا

Artinya: “Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.”

Dalil Al-Qur’an yang disebutkan, “Dan janganlah kamu mendekati zina. Sesungguhnya itu adalah suatu perbuatan keji dan suatu jalan yang buruk” (Q.S. Al-Isra: 32), merupakan larangan langsung dari Allah SWT terhadap perbuatan zina. Ayat ini menekankan betapa keji dan buruknya perbuatan tersebut, dan Allah SWT dengan tegas melarang umat-Nya untuk mendekati atau melakukan perbuatan zina.

Beberapa poin penting terkait maksiat dan perbuatan dosa dalam Islam:

  1. Larangan Zina: Al-Qur’an dengan jelas melarang perbuatan zina dan segala bentuk perbuatan tidak senonoh yang melanggar batas-batas syariat Islam.
  2. Peringatan tentang Kejelekan dan Bahaya: Allah memberikan peringatan keras tentang kejelekan dan bahaya perbuatan zina, tidak hanya dalam aspek moral tetapi juga dampak sosial dan kesehatan yang dapat merusak individu dan masyarakat.
  3. Solusi: Bertaubat dan Tingkatkan Taqwa: Bertaubat adalah langkah pertama untuk memperbaiki diri setelah melakukan dosa. Taubat yang ikhlas dan disertai dengan niat untuk tidak mengulangi dosa tersebut merupakan pintu pengampunan dari Allah SWT.
  4. Pentingnya Taqwa: Meningkatkan taqwa (ketaqwaan kepada Allah) adalah langkah penting dalam menjauhi perbuatan dosa. Taqwa membimbing seseorang untuk selalu berada dalam batasan-batasan yang ditetapkan oleh Allah dan Rasul-Nya.
  5. Hindari Godaan dan Lingkungan Negatif: Memastikan diri terhindar dari godaan dan lingkungan yang dapat mendorong kepada perbuatan maksiat. Hal ini mencakup pemilihan teman, lingkungan kerja, dan kegiatan sehari-hari.
  6. Pentingnya Kesadaran Diri: Merenungkan akibat dari perbuatan dosa dan mengembangkan kesadaran diri tentang konsekuensi di dunia dan akhirat.

Dengan memahami larangan dan konsekuensi dari perbuatan maksiat dan dosa, seorang Muslim diharapkan dapat menjauhi perilaku tersebut, bertaubat dengan sungguh-sungguh, dan terus meningkatkan taqwa dalam kehidupannya.

  1. Menjauhi Ketaatan kepada Allah

وَمَن يُطِعِ ٱللَّهَ وَٱلرَّسُولَ فَأُو۟لَٰٓئِكَ مَعَ ٱلَّذِينَ أَنْعَمَ ٱللَّهُ عَلَيْهِم مِّنَ ٱلنَّبِيِّۦنَ وَٱلصِّدِّيقِينَ وَٱلشُّهَدَآءِ وَٱلصَّٰلِحِينَ ۚ وَحَسُنَ أُو۟لَٰٓئِكَ رَفِيقًا

Artinya: “Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya.”

Dalil Al-Qur’an yang disebutkan, “Barangsiapa yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya, mereka akan bersama-sama dengan orang-orang yang diberi ni’mat oleh Allah, yaitu para nabi, orang-orang shiddiqin, orang-orang matiin, dan orang-orang yang diberi petunjuk” (Q.S. An-Nisa: 69), memberikan pandangan yang jelas mengenai keutamaan ketaatan kepada Allah.

Beberapa poin penting terkait menjauhi ketaatan kepada Allah dalam Islam:

  1. Keutamaan Ketaatan: Ayat tersebut menggambarkan keutamaan luar biasa bagi orang yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka akan bersama-sama dengan orang-orang yang mendapat nikmat Allah, termasuk para nabi, orang-orang yang benar dan tulus, dan orang-orang yang mendapat petunjuk.
  2. Keselarasan dengan Ajaran Islam: Menjauhi ketaatan kepada Allah berarti melanggar perintah-Nya dan meninggalkan tuntunan agama. Islam mendorong umatnya untuk hidup sesuai dengan ajaran-Nya agar dapat meraih kebahagiaan di dunia dan akhirat.
  3. Solusi: Tingkatkan Ketaatan: Solusi utama adalah meningkatkan ketaatan kepada Allah. Ini melibatkan pelaksanaan semua kewajiban agama, menjauhi larangan-Nya, dan melibatkan diri dalam amalan-amalan yang mendekatkan diri kepada-Nya.
  4. Ibadah dengan Sungguh-Sungguh: Penting untuk melaksanakan ibadah dengan penuh kesungguhan dan keikhlasan. Ketaatan yang dilakukan dengan tulus hati akan mendekatkan diri kepada Allah dan meraih berkah-Nya.
  5. Memperbaiki Niat: Merenungkan dan memperbaiki niat dalam setiap amal ibadah, menjadikan ketaatan sebagai bentuk ibadah yang ikhlas semata-mata untuk Allah SWT.
  6. Terus Belajar dan Memahami Islam: Keberlanjutan dalam memperdalam pengetahuan dan pemahaman terhadap ajaran Islam adalah kunci untuk terus menjalankan ketaatan kepada Allah dengan benar.

Melalui pemahaman dan pelaksanaan ajaran Islam, seorang Muslim diharapkan dapat menjauhi segala bentuk ketidaktaatan dan menjadikan ketaatan sebagai fondasi hidup yang membawa keberkahan dan kebahagiaan di dunia dan akhirat.

  1. Lalai dalam Menjaga Shalat

حَٰفِظُوا۟ عَلَى ٱلصَّلَوَٰتِ وَٱلصَّلَوٰةِ ٱلْوُسْطَىٰ وَقُومُوا۟ لِلَّهِ قَٰنِتِينَ

Artinya: “Peliharalah semua shalat(mu), dan (peliharalah) shalat wusthaa. Berdirilah untuk Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu’.”

Dalil Al-Qur’an yang menyatakan, “Dan hendaklah mereka memelihara shalat” (Q.S. Al-Baqarah: 238), memberikan tuntunan yang sangat jelas mengenai pentingnya menjaga shalat dalam kehidupan seorang Muslim.

Beberapa poin penting terkait lalai dalam menjaga shalat dan solusinya:

  1. Perintah Tegas: Ayat ini memberikan perintah yang tegas untuk memelihara shalat. Shalat merupakan salah satu rukun Islam yang menjadi pilar utama dalam ibadah seorang Muslim.
  2. Prioritas Utama: Solusi untuk mengatasi lalai dalam menjaga shalat adalah menjadikannya sebagai prioritas utama dalam kehidupan sehari-hari. Shalat bukan sekadar kewajiban, tetapi juga sebagai sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah.
  3. Khusyuk dan Kesadaran: Pelaksanaan shalat harus dilakukan dengan khusyuk dan kesadaran penuh. Bukan sekadar rutinitas, melainkan sebagai momen berkomunikasi langsung dengan Allah.
  4. Menjauhi Penyebab Lalai: Identifikasi dan menjauhi segala faktor yang dapat menyebabkan lalai dalam menjaga shalat, seperti sibuknya kegiatan dunia atau gangguan dari lingkungan sekitar.
  5. Membangun Kedisiplinan: Membangun kedisiplinan dalam menjalankan shalat lima waktu dengan tepat waktu dan penuh khudhu’ adalah kunci untuk menghindari lalai.
  6. Refleksi dan Muhasabah: Secara berkala, lakukan refleksi dan muhasabah terhadap pelaksanaan shalat. Evaluasi sejauh mana kualitas dan keikhlasan dalam menjalankan ibadah tersebut.
  7. Toleransi dan Dukungan: Bersikap toleran terhadap diri sendiri dan memberikan dukungan kepada sesama Muslim dalam menjaga shalat dapat menjadi motivasi tambahan.

Dengan memahami urgensi dan keutamaan shalat serta melibatkan diri secara penuh dalam pelaksanaannya, seorang Muslim dapat menjaga diri dari lalai dan meraih manfaat rohaniah yang besar dari ibadah shalat.

Dilanjut ke bagian 2…

©2023. Baiturrahman. All Rights Reserved.

Scroll to Top