Di awal munculnya kasus Vina Cirebon, saya tidak begitu tertarik untuk mengikuti beritanya. Rasanya berita pembunuhan itu hanya menambah galau dan membebani pikiran saja, saking seringnya muncul dan saya tidak bisa berbuat apapun untuk mencegahnya. Terlebih sebagai seorang pendidik, berita seperti itu menambah sedih betapa tidak berdampaknya pendidikan nasional, yang saya saat ini masuk sebagai pelakunya. Sampai akhirnya beberapa santri mengajak diskusi tentang film Vina, khususnya tentang tema kerasukan arwah orang yang sudah meninggal, barulah setelah itu saya mau membaca kronologis kasusnya dari sebuah laman berita 1) karena untuk diskusi tersebut saya harus memiliki pengetahuan walau secara umum.
Dari sana terpikir untuk menulis catatan berkaitan dengan kasus ini dari sudut pandang sebagai pendidik dan sebagai orang tua. Maka pada artikel singkat ini saya hanya menyoroti aspek tanggung jawab orang tua dalam mendidik anaknya.
Menurut syariat Islam, tanggung jawab pendidikan anak ada pada orang tua. Negara tentu wajib berperan memberikan support pada pendidikan, namun jika kita melihat hukum asalnya, mendidik anak adalah kewajiban orang tua. Guru, sekolah, pesantren, perguruan tinggi dan lembaga pendidikan lainnya, mereka hanya sebatas mitra saja bagi orang tua untuk mendidik anak-anaknya. Adapun tanggung jawab sepenuhnya tetap berada di pundak orang tua.
Ketika orang tua dimintai pertanggung jawaban, nanti di akhirat, perihal anaknya yang tidak sholeh, misalnya, dia tidak bisa melepaskan diri dari hisab dengan menyalahkan orang lain. Menyalahkan presidennya si anu yang tidak punya prioritas pendidikan dalam programnya, misalnya. Atau menyalahkan menteri pendidikannya yang tidak becus mengurusi pendidikan nasional. Atau menyalahkan pesantren karena sudah menitipkan anaknya kepada ustadz dan kyai. Atau menyalahkan lingkungan tetangga yang tidak baik, dan sebagainya. Masing-masing memiliki hisab terkait amalnya, sebagaimana anak akan dihisab tentang baktinya kepada orangtua, orang tua pun akan dihisab tentang kewajibannya kepada anaknya. Abdullah bin Umar bin Khathab mengatakan: “Didiklah anakmu, karena sesungguhnya engkau akan dimintai pertanggungjawaban mengenai pendidikan dan pengajaran yang telah engkau berikan kepadanya. Dan dia juga akan ditanya mengenai kebaikan dirimu kepadanya serta ketaatannya kepada dirimu.” 2)
Syaikh Jamal Abdurrahman mengatakan bahwa mendidik anak merupakan kebutuhan pokok dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh semua orang tua3) . Allah ﷻ berfirman:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا قُوْا اَنْفُسَكُمْ وَاَهْلِيْكُمْ نَارًا …
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka…...” (QS. at-Tahrim: 6)
Ketika menafsirkan ayat ini, al-Imam Ibnu Katsir, rahimahullah menukil perkataan Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu yang mengatakan: أَدِّبُوْهُمْ وَعَلِّمُوْهُمْ (didiklah dan ilmuilah mereka) 4). Kemudian al-Imam Ibnu Katsir juga menukil perkataan seorang ulama tabi’in yaitu, Qatadah. Beliau mengatakan:
تَأْمُرُهُمْ بِطَاعَةِ اللهِ وَتَنْهَاهُمْ عَنْ مَعْصِيَةِ اللهِ وَأَنْ تَقُوْمَ عَلَيْهِمْ بِأَمْرِ اللهِ وَتَأْمُرَهُمْ بِهِ وَتُسَاعِدَهُمْ عَلَيْهِ. فَإِذَا رَأَيْتَ لِلَّهِ مَعْصِيَةً قَدَعْتَهُمْ عَنْهَا وَزَجَرْتَهُمْ عَنْهَا
“Yakni, hendaklah engkau memerintahkan mereka untuk berbuat taat kepada Allah dan melarang mereka dari berbuat durhaka kepada-Nya. Dan hendaklah engkau menerapkan perintah Allah kepada mereka dan perintahkan dan bantulah mereka untuk menjalankannya. Apabila engkau melihat mereka berbuat maksiat kepada Allah, maka peringatkan dan cegahlah mereka.”
Dari tafsir Ali bin Abi Thalib dan Qatadah di atas, kita bisa pahami bahwa bentuk menjaga keluarga dari api neraka adalah dengan mendidik dan membekali mereka ilmu. Bahkan bentuk pendidikannya bukan hanya sekedar memberikan teori-teori semata, namun sampai pada peran orang tua sebagai pembimbing yang membantu mereka melakukan ketaatan, dan sebagai pengawas yang aktif dalam mencegah kemaksiatan dilakukan oleh anak-anak.
Sesungguhnya banyak hadits dan perkataan para ulama yang akan menguatkan argumen bahwa pendidikan anak adalah tanggung jawab orang tua, khususnya para ayah. Namun artikel ini akan menjadi sangat panjang jika dituangkan semuanya. Maka sebagai dalil penutup, penulis hanya akan mendatangkan satu penjelasan yang disampaikan oleh al-Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, dalam kitabnya Tuhfah al-Maudud fi Ahkam al-Maulud. Beliau mengatakan:
“Barangsiapa mengabaikan anaknya untuk diberi pendidikan yang baik dan tidak mau mengajarinya, berarti orang tersebut telah berbuat jahat kepada si anak. Pasalnya, perilaku buruk yang dilakukan anak-anak, biasanya itu berasal dari orang tua mereka. Para orang tua telah menelantarkan anak-anak mereka dan tidak mendidik mereka untuk mengetahui dan mengamalkan kewajiban dan sunnah-sunnah agama.”
“Orang tua yang menyia-nyiakan anak-anaknya sewaktu kecil sehingga kehadirannya tidak memberikan manfaat apapun bagi anak-anaknya, kelak ketika usianya telah senja, anak-anaknya pun tidak akan mempedulikannya. Karenanya, ketika sebagian orang tua mencaci maki anaknya sendiri karena tidak berbakti kepadanya, maka anak itu akan menjawab: “wahai ayahku, dahulu ketika aku kecil, engkau telah durhaka padaku. Maka sekarang, setelah engkau tua, giliran aku yang akan mendurhakaimu. Dan dahulu ketika aku kanak-kanak, engkau telah menyia-nyiakanku. Maka sekarang, setelah engkau tua renta, giliran aku yang akan menyia-nyiakan dirimu’.” 5)
Dari kasus Vina Cirebon ini, paling tidak ada beberapa catatan bagi kita, para orang tua muslim, dalam rangka membentengi keluarga kita sebagai upaya mencegah musibah berat seperti itu tidak terjadi lagi, paling tidak pada anak-anak kita:
ثَلَاثَةٌ قَدْ حَرَّمَ اللهُ عَلَيْهِمُ الْجَنَّةَ: مُدْمِنُ الْخَمْرِ، وَالْعَاقُّ، وَالدَّيُّوثُ الَّذِي يُقِرُّ فِي أَهْلِهِ الْخَبَثَ
“Tiga orang yang Allâh haramkan surga untuk mereka: pecandu khamr (minuman keras), anak yang durhaka, dan dayûts, orang yang membenarkan keburukan di keluarganya”. 6)
وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا
“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji, dan jalan yang buruk”
Dalam satu penelitian disebutkan bahwa perilaku sex pranikah di kalangan remaja berhubungan erat dengan perilaku pacaran.7) Kesimpulan dari studi itu mengatakan bahwa perilaku kontak fisik seperti pegangan tangan, sampai berciuman, meraba bagian-bagian sensitif, sampai terjadi hubungan seksual terjadi 9 dari 10 kasus pacaran. Artinya, ketika mereka pacaran maka 90% pasti terjadi kontak fisik, Allahu musta’an. Oleh karena itu maka orang tua wajib mencegah anaknya berpacaran, baik laki-laki maupun perempuan.
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَىٰ ۖ
Dan tinggallah kalian (para wanita) di rumah-rumah kalian! dan janganlah kamu berhias seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu. ….(QS al-Ahzab: 33)
Dari Ayat di atas juga dapat kita ambil pelajaran, bahwa Orang tua harus mendidik anak-anak perempuannya untuk betah di rumah. Jangan sampai anak perempuan sering keluyuran di luar, apalagi dalam kasus ini keluyuran sampai larut malam dibonceng oleh laki-laki yang bukan mahram, kesalahannya berlipat-lipat. Demikian juga dengan mengajarkan berpenampilan sesuai tuntunan syariat. Penampilan yang tidak sesuai syariat, yang menampakkan aurat, adalah awal petaka bagi laki-laki dan perempuan itu sendiri.
Para ulama menyimpulkan bahwa syariat memperbolehkan begadang untuk tiga alasan: 1) begadang karena ilmu, untuk belajar; 2) begadang karena berjaga di perbatasan, menjaga keamanan kaum muslimin; dan 3) begadang karena suami-istri butuh ngobrol untuk menjalin keharmonisan hubungannya. Selain itu, maka dimakruhkan, Rasulullah ﷺ membenci. Apalagi dalam kasus ini mereka berada di luar rumah sampai larut malam hanya untuk keliling-keliling kota pakai motor.
Itulah beberapa catatan yang penulis buat setelah membaca kronologis kasus Vina-Cirebon. Semoga Allah memberikan taufik kepada kita, para orang tua, agar bisa mendidik anak dengan benar. Sehingga terhindarkan dari perilaku-perilaku negatif yang membinasakan, baik di dunia maupun di akhirat.
Ciparay, 4 Juni 2024
@adenihermawan