Fatimah adalah seorang anak perempuan kecil yang beradab, oleh karena itu ayah dan ibunya mencintainya. Ia juga perempuan cerdas, suka bertanya tentang segala sesuatu yang ia tidak mengerti. Pada suatu hari ia berjalan-jalan bersama ibunya di kebun, maka ia melihat pohon mawar yang sangat indah, akan tetapi pohon itu bengkok. Maka Fatimah bertanya: “Betapa indah pohon ini! Akan tetapi mengapa ia bengkok wahai ibu?” Sang ibu menjawab: “Karena Tukang Kebun tidak memperhatikan serta tidak meluruskannya semenjak dari kecilnya, maka jadilah ia bengkok.” Fatimah berkata: “Lebih baik, kita meluruskannya saja sekarang.” Maka ibunya tertawa dan berkata: “Tidak Mudah yang demikian itu wahai Anakku, karena ia sudah tumbuh besar, dan ranting-rantingnya pun sudah kuat.” Demikianlah seorang anak yang tidak beradab dari kecilnya, tidak mungkin ia beradab pada waktu ia telah besar.
Kisah singkat di atas adalah penggalan dari kitab Al-Akhlaq Al-Banat jilid pertama. Sebuah kitab yang berisi pelajaran akhlaq untuk anak kecil. Kitab yang ditulis oleh ulama Nusantara bernama Syaikh Umar bin Ahmad Baraja yang memiliki nasab Hadramuat-Yaman ini banyak dikaji di pesantren-pesantren. Dari penggalan kisah di atas, paling tidak, kita dapat ambil dua faedah: (1) Mendidik anak harus dimulai dari sejak kecil; (2) Mendidik anak ibarat merawat pohon. Kedua faidah ini jika mau dijabarkan akan menjadi satu artikel masing-masing. dan di tulisan saya kali ini, saya akan menyoroti poin kedua terlebih dahulu.
Pemilihan Syaikh Umar Baraja menganalogikan pendidikan dengan merawat pohon, bukan tanpa alasan. Dalam Islam, ada sejumlah dalil yang menunjukkan bahwa pendidikan itu dianalogikan atau diasosiasikan dengan merawat tanaman. Paling tidak dua ayat dalam Al-Quran menunjukkan bahwa pendidikan digambarkan seperti merawat pohon. Allah berfirman di QS Ali Imran ayat 37:
فَتَقَبَّلَهَا رَبُّهَا بِقَبُولٍ حَسَنٍ وَأَنبَتَهَا نَبَاتًا حَسَنًا وَكَفَّلَهَا زَكَرِيَّا
“Maka Tuhannya menerimanya (sebagai nazar) dengan penerimaan yang baik, dan mendidiknya dengan pendidikan yang baik dan Allah menjadikan Zakariya pemeliharanya. ……”
Allah memilih kata وأنتها نباتا حسنا sebagai pilihan kata untuk menggambarkan proses pendidikan Maryam, ibunya Nabi Isa AS. نباتا memiliki makna tumbuhan atau tanaman, atau dalam istilah kita sering mendengar kata “nabati” sebagai tumbuh-tumbuhan. Maka pemilihan kata “nabatan” pada ayat ini menunjukkan bahwa hakikat pendidikan adalah seperti menanam, merawat, membesarkan pohon atau tanaman.
Allah juga berfirman di QS Al-Fath ayat terakhir:
ذَٰلِكَ مَثَلُهُمْ فِي التَّوْرَاةِ وَمَثَلُهُمْ فِي الْإِنجِيلِ كَزَرْعٍ أَخْرَجَ شَطْأَهُ فَآزَرَهُ فَاسْتَغْلَظَ فَاسْتَوَىٰ عَلَىٰ سُوقِهِ يُعْجِبُ الزُّرَّاعَ لِيَغِيظَ بِهِمُ الْكُفَّارَ
“demikianlah (sifat-sifat para sahabat Nabi) seperti digambarkan dalam Taurat dan Injil. Yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya, maka tunas itu menjadi tanaman yang kuat, kemudian menjadi besar, dan kokoh di atas tanah. Tanaman itu menyenangkan hati para penanamnya.”
Dalam ayat ini, Allah sedang menyebutkan karakter atau sifat-sifat khusus yang dimiliki para sahabat, generasi terbaik yang pernah ada. Allah memilih kata زرغ (zar’in) pada ayat ini sebagai ilustrasi generasi sahabat. زرع memiliki makna tanaman. Dan Allah menggunakan kata “tanaman” ini untuk menggambarkan hasil pendidikan Nabi Muhammad ﷺ terhadap mereka, bahkan mereka disebut-sebut sebagai tanaman yang menggembirakan hati penanamnya, yaitu Rasulullah ﷺ.
Maka memang demikianlah pendidikan ini dalam Islam, dia seperti menanam pohon, seperti merawat tumbuhan. Seperti apa menanam pohon:
Maka sebagaimana para petani itu bekerja keras menjaga tanaman agar tumbuh optimal, demikian juga para pendidik harus bekerja keras dan memberi perhatian yang besar agar tumbuh kembangnya kebijaksanaan murid sesuai harapan bahkan melampaui harapan dan ekspektasi. Seperti yang digambarkan Allah dalam QS Al-Fath: 29 di atas “menggemberakan dan membuat bangga para penanamnya.”
(ADH)