Ayah, Jadilah Cinta Pertama Bagi Anak Perempuanmu

Oleh: Ust. Asep Deni Hermawan, S.Sos.

06 Oktober 2023

Qadarullah, saya dikaruniai tiga anak perempuan tanpa satupun anak laki-laki. Jadi saya laki-laki terganteng di rumah 🙂. Kondisi ini membuat saya merasa perlu belajar menjadi ayah yang baik untuk tiga anak perempuan saya. Alhamdulillah, dengan izin Allah saya mengikuti serial kuliah mendidik anak perempuan bersama pegiat keayahan, Ayah Irwan. Dalam salah satu sesi kuliahnya, beliau mengatakan: Ayah, Jadilah cinta pertama bagi anak perempuanmu! Kenapa harus demikian? Karena anak perempuan ayah sangat membutuhkan sosok laki-laki ideal yang akan menjadi pahlawan baginya. Jika ayah sudah menjadi pahlawan, anak perempuan ayah akan memberikan cinta, kagum, dan taat hanya pada ayah. Maka ayah akan menjadi sosok laki-laki yang pertama kali dia cintai sebelum bertemu laki-laki lainnya.

Tulisan ini adalah resume saya dari materi yang disampaikan Ayah Irwan (@ayahirwanrinaldi) dalam sesi beliau menyampaikan materi. Jika ada yang salah atau miskonsepsi dari resume ini mutlak merupakan kekurangan ilmu yang saya miliki, dan Ayah Irwan terbebas dari kesalahan pada apa yang saya paparkan di sini.

Kembali ke judul, apa yang harus dilakukan ayah? Lakukan dua hal:

(1) Jadilah laki-laki terpenting bagi mereka.

Dengan cara apa? Jadilah ayah yang hadir di setiap sisi kehidupan anak perempuan ayah. Di usia bayi, suara ayah harus hadir di telinga mereka, harus terdengar oleh anak perempuan ayah. Ayah bisa membacakan cerita, tilawah, murajaah hafalan Ayah dan sebagainya, yang terpenting mereka mendengar suara ayah. Mungkin mereka belum faham apa yang ayah kisahkan, mereka belum faham yang ayah baca dan lantunkan, tapi suara ayah akan mengisi memori mereka sebagai suara laki-laki pertama yang hadir di kehidupannya. Setelah mereka lebih besar, ayah punya jadwal ngobrol khusus dengan anak perempuan, sharing denganya, diskusi beruda, jalan berdua. Ayah meluangkan waktu, bukan memberikan waktu luang alias waktu sisa.

Kemudian langkah berikutnya, ayah jarkan kecerdasan maskulin kepada anak perempuan ayah. Apakah ini bermaksud menjadikan anak perempuan sebagai laki-laki? BUKAN. Yang terpenting dari point ini adalah, memperlihatkan kepada mereka bagaimana ayah menyelesaikan masalah sebagai laki-laki. Anak perempuan ayah akan bisa membedakan secara kontras bagaimana ayah hadir sebagai sosok yang maskulin dan gagah di sisi bunda yang lebih feminin dan lembut. Ingat kata pepatah: “strong father, strong daughter” Ayah yang kuat mencetak anak perempuan yang kuat pula.

Sisi maskulin ini dibutuhkan oleh seorang anak perempuan untuk menjalani kehidupannya agar dia memiliki ketegaran, keteguhan, kepercayaan diri, keberanian mengambil sikap yang benar, dan logis. Ketika ayah menampilkan sisi maskulinya seperti berani mengatakan YA pada saat harus mengatakan YA, tidak lari dari masalah, berani mengambil keputusan, kuat dan tegar ditengah cobaan, tidak cengeng, tidak mudah menyerah, dan sifat-sifat “rujulah” lainnya, maka akan tumbuh kepercayaan pada anak perempuan ayah bahwa AYAHKU COWOK BANGET. Sekalipun tidak mungkin 100% maskulinitas ayah akan terinstall pada diri anak perempuan ayah, namun saat dia menghadapi masalah dia tahu bahu siapa yang tepat untuk bersandar. Anak perempuan ayah akan tahu kepada siapa meminta solusi dan dukungan kekuatan ketegaran. Dan dia akan memiliki kriteria laki-laki ideal yang baik dengan melihat sisi maskulinya ayah.

Sisi maskulin ayah juga harus terepresentasikan dalam ketegasan. Ayah harus berani tegas mengatakan tidak kepada anak perempuan ayah, ketika ayah menilai dia salah. Ayah harus berani tega mengambil keputusan sekalipun tidak nyaman untuk anak perempuan ayah. Tidak perlu takut mereka akan menjauh, mereka tahu keputusan ayah adalah baik, hanya aspek emosinya aspek perasaannya akan menolak hal itu di awal saja. Tegas dan Tega penting sekali terlihat oleh anak perempuan, agar mereka mengenal otoritas. Bahwa pemimpin di rumah itu adalah ayah. Ayah bisa saja tidak terlalu banyak berbicara seperti bunda, tapi sekali ayah mengambil keputusan, mereka tahu keputusan itu kuat dan tidak bisa goyah. Tentunya keputusan ayah yang kuat itu dibangun diatas landasan logis yang bisa dipertanggung jawabkan.

(2) Ekspresikan cinta ayah.

Jika kita bertanya apakah ayah mencintai anak perempuannya? Jawabannya pasti cinta. Namun ketika pertanyaan itu ditujukan kepada anak perempuan ayah, apakah mereka merasa sebagai anak yang dicintai ayahnya? Jawabannya bisa jadi YA bisa jadai TIDAK. Ada kemungkinan anak perempuan tidak merasakan cinta yang ayah berikan kepada mereka. Bukan karena ayah tidak mencintainya, tapi ayah tidak pandai mengekspresikannya.

Bagaimana mengekspresikan cinta? Pertama: ungkapkan melalui kata-kata. Katakan “ayah cinta banget sama kamu,” “i love you,” “أُحِبُّكِ,” “saranghaeyo,” “aishiteru,” atau kalau anak perempuan saya (yang suka kartun Jepang) menambahkan “sukidayo.” Kata-kata ini akan lebih mendalam diucapkan ketika mereka akan tidur atau dengan bisik-bisik secara privat. Kedua: Ungkapkan dengan sentuhan. Di usia sudah 10 tahun ke atas biasanya anak perempuan malu dipeluk atau dicium ayah nya, walau alhamdulillah saat tulisan ini dibuat saya masih bisa mencium anak kedua (12th) dan anak ketiga (10th). Ketika mereka sudah tidak nyaman dipeluk atau dicium, lakukan dengan sentuhan.  Sentuhan di tempat yang tepat, di waktu yang tepat, dan dengan kata-kata yang tepat, itu akan berdampak lebih dahsyat dibanding sekedar mencium memeluk dan mendekap mereka. Bagian apa yang tepat disentuh? Sentuh bagian punggungnya saat mengekspresikan cinta. Selain punggung, pegang dan usap tangan anak perempuan saat ngobrol berdua. Dia akan meraka didengar dan dicintai, in sya Allah. Ketiga: Mendengar secara aktif. Khususnya di usia 10-17 tahun anak perempuan mulai mengalami goncang jiwa, stress, sakit hati oleh teman, dan lain-lain. Ayah bukan hanya mendengar tapi mendengarkan. Beda kan antara “mendengar” dengan “:mendengarkan”? Jika dia meminta komentar atau solusi, tawarkan solusi yang ayah kuasai. Tapi kalau ayah melihat dia hanya sebatas membutuhkan teman curhat saja, tak perlu dikomentari, cukup berikan perhatian dan dengarkan. Biarkan mereka merasakan ayah menyediakan kuping yang siap mendengarkan keluh-kesahnya. Keempat:  Luangkan waktu, bukan waktu luang. Ayah memberikan waktu khusus untuk ngobrol dengan anak perempuan, bukan kalau ada waktu baru ngobrol, tapi agendakan secara khusus.

Keempat hal di atas membutuhkan satu kata kunci yaitu: KEMAUAN. Ayah mau enggak menggombali mereka dengan kata-kata cinta ayah? Ayah mau enggak memberikan sentuhan hangat ayah di punggung mereka? memegakang  tangan mereka? Ayah mau enggak mendengarkan mereka? Ayah mau enggak memberikan waktu bagi mereka? Ujiannya memang capek, lelah, sudah ngantuk, suntuk dengan pekerjaan dan lain-lain. Tapi perlu diingat oleh ayah, apakah semua pekerjaan itu LEBIH BERARTI dibanding anak perempuan ayah? Apakah atasan dan mitra ayah di tempat bekerja dan nongkrong itu yang akan mendoakan ayah saat ayah sudah meninggal? Pikirkan!

Anak perempuan yang cinta pertamanya adalah ayahnya, tidak mudah digoda oleh sembarang lelaki. Dia tidak mudah luluh hatinya, tidak mudah meleleh hanya karena mendapat pujian gombalan laki-laki hidung belang. Pelaku-pelaku hubungan seks di luar nikah rata-rata dilakukan oleh perempuan yang ayahnya tidak hadir di hatinya. Ayah yang tidak menjadi profil laki-laki ideal dalam benak anak perempuannya. Sehingga mereka mudah sekali jatuh cinta, seleranya rendah sekali. Sekali diberi pujian, diberi hadiah, digombali dan seterusnya mereka langsung jatuh ke pelukan lelaki hidung belang tersebut.

Apakah ayah rela anak perempuan ayah jatuh pada pelukan lelaki hidung belang brengsek itu? Kalau tidak, mari jadi cinta pertama bagi anak-anak perempuan kita.

Washallallahu ‘ala nabiyyina muhammad, wa ‘ala aalihi washahbihi wasallam.

©2023. Baiturrahman. All Rights Reserved.

Scroll to Top