Pondok Pesantren Baiturrahman di Ciparay, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, mengembangkan PLTS dan pembangkit listrik tenaga biogas (PLTBg). Jajang Jatnika menuturkan PLTS itu sudah digunakan selama sekitar 12 tahun. Penggunaannya untuk menghidupkan 18 lampu selama 8 jam.
“Kami gunakan untuk penerangan jalan pesantren. Bayar listrik terpotong sekitar Rp 400 ribu per bulan,” kata Ketua Dewan Pengurus Yayasan Pondok Pesantren Baiturrahman tersebut.
Di pondok pesantren ini, terdapat SMP dan SMA Terpadu Baiturrahman dengan total 329 peserta didik. Sepulang sekolah, para siswa menjalani rutinitas sebagai santri. Instalasi PLTS menjadi bahan pembelajaran di kelas X. Mereka mengedukasi para siswa terkait arus AC/DC, alat inverter, dan sebagainya.
Sedangkan PLTBg dibangun di sayap kiri pondok pesantren. Mereka menyulap kotoran sapi menjadi pembangkit listrik. Jumlah sapi sempat sampai 40 ekor. Namun kini PLTBg harus diistirahatkan sementara untuk diperbesar dan dipindahkan lokasinya. Salah satu problemnya, lalat yang mengerubungi proses fermentasi dan pemurnian kotoran sapi cenderung mengganggu.
“Yang gas itu ternyata ada masalah. Digester-nya juga perlu yang lebih besar. Kotorannya juga membuat tidak nyaman santri,” tuturnya.
Sisa instalasi PLTBg masih diintegrasikan dalam program pembelajaran munaqosah. Para siswa menjadikannya objek miniriset sains maupun kewirausahaan.
“Selain biogas, kotoran (sapi) diolah untuk dijual ke masyarakat menjadi pupuk organik. Sapinya untuk ternak dan kurban. Anak-anak dilibatkan ngasih makan sapi, menghitung perkembangan sapi,” ujarnya.
Selain itu, di ruang makan para santri, yang berbentuk seperti kantin seluas sekitar 40 meter persegi, terdapat belasan galon yang ditata di atas meja makan. Ini air minum yang diolah secara mandiri hasil filtrasi dari mata air. Mereka juga mengemasnya dalam botol kecil.
“Sumbernya dari mata air, tidak pakai bor. Ada filternya. Semua minumnya santri dari situ,” tuturnya.
Kepala Laboratorium SMA Baiturrahman, Sukarmo, menuturkan air bersih tersebut digunakan untuk konsumsi sehari-hari para santri hingga para guru atau pengasuh. Ini menjadi bagian dari proyek kemandirian dan penelitian, selain PLTBg, yang kotoran sapinya dijual Rp 5 untuk pupuk oleh kelompok murid yang belajar kewirausahaan dan PLTS.
“Energi dari batu bara itu kan eksploitasi alam yang besar. Kami berpikir bagaimana membuat energi terbarukan dari kotoran sapi. Dari kandang sapi ke digester, power house, diubah menjadi listrik,” terang guru fisika tersebut.